Kemacetan bukanlah menjadi sebuah hal yang aneh, terutama di kota
besar. Jumlah volume kendaraan terus meningkat dari waktu ke waktu. Tak
ayal, jalanan pun menjadi penuh sesak dengan berbagai jenis kendaraan.
Dikutip detikFinance dari BBC, ada beberapa kota yang memiliki kondisi
lalu lintas terburuk di dunia. detikFinance mancoba merangkumnya menjadi 7 kota dengan lalu lintas terburuk...
1. Bangkok, Thailand
Kondisi lalu lintas di Bangkok semakin buruk sejak pemerintah
mengeluarkan kebijakan untuk mengembalikan pajak untuk pembeli mobil
tangan pertama.
Ditambah dengan masyarakat yang membli mobil
untuk mendapatkan status atau citra yang baik, kebijakan ini
menghasilkan 5 juta kendaraan lalu lalang di kota, sementara kota ini
hanya mampu menampung kurang dari 2 juta mobil.
“Saat saya
terjebak dalam kemacetan di Bangkok, saya menghabiskan waktu 2 jam dan
hanya bergerak kurang dari 1 km. Kadang-kadang, teman saya harus telat 4
jam untuk pulang ke rumah,” ungkap warga negara Thailand, Sirithep
Vadrakchit.
“Saya rasa negara ini harus serius untuk menangani
transportasi publik. Orang-orang punya hal yang lebih baik untuk
dilakukan dibandingkan harus duduk berjam-jam di tengah kemacetan,”
keluhnya.
2. Jakarta, Indonesia
Untuk masyarakat yang
hidup di Jakarta, hal ini sudah tak aneh. Apa yang identik dengan
Jakarta? Semua akan serentak dengan kata “macet.” Bepergian walau dalam
jarak dekat, bisa menghabiskan waktu berjam-jam, dan beberapa kawasan di
kota ini, memiliki kondisi kemacetan yang konstan.
Sayangnya,
hanya ada sedikit alternatif kendaraan. Transportasi publik di kota ini
mengkhawatirkan, dan bahkan moda transportasi seperti Transjakarta pun
tidak begitu efisien. Transjakarta pun dinilai berkontribusi terhadap
masalah kemacetan di Jakarta ini, pasalnya moda ini sering menghalangi
perempatan jalan (intersection) dan menghabiskan ruang jalan yang besar,
sementara hanya mengangkut orang dalam jumlah yang kecil. Hal tersebut
diungkapkan oleh, Allan Bell, warga Jakarta.
3. Nairobi, Kenya
Hal terburuk yang ditinggalkan kolonial Inggris adalah bundaran jalan
(roundabouts). Ini adalah sumber penyebab masalah kemacetan di Nairobi.
Walaupun tujuan anda dekat, atau jelas di pelupuk mata, macet tetap tak
terhindarkan. Karena mobil-mobil sudah berkumpul di bundaran, dan anda
terpaksa harus menunggu.
Lalu lintas yang tak bisa diprediksi
adalah kehidupan di kota ini. Walaupun tujuan yang ditempuh dekat, hanya
satu kilometer, anda lebih aman pergi satu jam lebih awal, atau jalan
kaki saja. Tapi kemalasan dan gengsi orang-orang di kota ini, membuat
mereka tak mau jalan.
“Khususnya hari Jumat dan hujan gerimis, anda bisa tidur di jalan,” ungkap warga Nairobi, Arthur Buliva.
4. Manila, Filipina
Di Manila, kondisi lalu lintasnya tak bisa dipercaya. Di hari-hari
biasa, untuk menempuh jarak 7 km, hanya diperlukan waktu 10 menit. Tapi
di hari-hari buruk, anda harus sabar menunggu 45 menit untuk ke tempat
tujuan.
Namun kemacetan bisa dikurangi di hari tertentu. Dengan
skema yang melarang pemilik mobil untuk berada di jalanan satu hari
dalam seminggu.
Jika plat nomor kendaraan anda diakhiri dengan
angka 1 atau 2, maka anda tidak diperkenankan untuk menggunakan mobil di
hari senin. Kalau plat nomer mobil anda diakhiri angka 3 atau 4, maka
anda tidak diizinkan menggunakan mobil pada hari Selasa, dan begitu
seterusnya.
Namun, skema ini tetap saja tidak berlaku pada
akhir minggu. Akhir minggu semua orang bebas menggunakan kendaraannya.
“Dan saat itulah anda kembali ke kehidupan nyata,” ungkap Bernie G
Recrio, warga Manila.
5. Kampala, Uganda
Kita
mengalami kemacetan setiap pagi dan malam. Terlebih saat hujan. Hal ini
disebabkan oleh kondisi jalan yang buruk, ditambah dengan sistem
drainase yang mengkhaawatirkan.
Pengendara motor berseliweran
menghabiskan waktu berjam-jam di jalan yang buruk ini. Hal demikian
diungkapkan oleh Bob Sembatya, warga Kampala.
6. Seoul, South Korea
Pengendara di Seoul terkenal tak menghiraukan rambu-rambu lalu
lintasnya. Khususnya lampu merah, dan akan terus melaju melewati
perempatan walaupn lampu merah. Hal ini disebut “Biting Tails” atau
“Memakan ekor” dalam istilah orang Korea, yang berarti akhirnya anda
harus terjebak di perempatan di mana banyak mobil menghadang, padahal
dalam keadaan lampu hijau.
Kondisi ini terjadi pada setiap
persimpangan, dan terdapat persimpangan yang sangat banyak. Sehingga, 2
mil per jam adalah kecepatan yang fantastik.
Lalu pada saat
akhir minggu, anda harus bertarung untuk keluar kota dengan kecepatan
15-20 mil per jam, dan tentunya berjibaku dengan kemacetan untuk kembali
ke Seoul dengan waktu tempuh 4 jam, yang sebenarnya bisa dengan hanya
45 menit. Anda akan frustasi, dan lelah. Sebuah pengalaman dari warga
Seoul, Martina.
7. Dhaka, Bangladesh
Dhaka bisa
dibilang sebagai kota yang paling padat penduduknya di dunia. Kota ini
kekurangan sistem moda transportasi massal untuk mendukung populasi 15
juta penduduk yang bekerja dan hidup di kota ini. Jarak 15 km, harus
ditempuh dengan waktu 2 sampai 3 jam, dan seringkali harus ditambah
debu, polusi, dan cuaca panas yang ekstrim. Hal itu dialami oleh semua
orang warga Dhaka, dan dalam hal ini diwakili oleh Joshua Martin.
CR : kampungtki
Sumber: Korean Drama Lovers
Tidak ada komentar:
Posting Komentar